Iklan

Sidi Bakarudin, Bupati Militer Tanah Datar

Sidi Bakarudin (berdiri paling kanan) bersama Dr. Muhammad Djamil (duduk sebelah kiri), Marzuki Jatim (duduk sebelah kanan), Mr. Tedjasukmana, Aziz Chan dan Rang Kayo Ganto Suaro (Berdiri dari kiri ke kanan)

Batusangkar (STD). Tanah Datar merupakan salah satu kabupaten di Sumatra Barat. Kabupaten ini pernah dipimpin oleh Bupati Militer pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Uniknya, bupati tersebut adalah seorang pegawai kereta api yang cukup senior di Indonesia.

Namanya Sidi Bakarudin. Ia menjabat sebagai bupati militer tidak sampai setahun, yakni dari 8 Maret hingga 14 November 1949.

Menjadi Bupati Militer Tanah Datar

Pada 22 Desember 1948, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dibentuk setelah akibat ditawannya Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia oleh Belanda. Pada 23 Januari 1949 keluar ketetapan PTTS Nomor WKS/SJ/LST 038 tentang pemerintahan militer untuk pemerintahan Sumatra Barat.

Kabupaten Tanah Datar yang wilayahnya meliputi Kewedanan Batusangkar, Kewedanan Sawahlunto, dan Kewedanan Sijunjung yang sebelumnya dipimpin oleh Djamalus Yahya digantikan oleh Dt. Mangku sebagai komisaris daerah teritorial Tanah Datar. Pasalnya, Djamalus ditangkap oleh Belanda.

Berikutnya, keluar surat keputusan bernomor 48/G.M/Ist yang membagi dua wilayah Kabupaten Tanah Datar dibagi menjadi Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Sawahlunto Sijunjung.

Kabupaten Tanah Datar wilayahnya terdiri atas seluruh Kewedanan Batusangkar dan Kewedanan Padang Panjang yang sebelumnya masuk Kabupaten Agam. Gubernur Militer Sumatera Barat selanjuntya mengukuhkan penggabungan kedua kewedanan tersebut menjadi Kabupaten Militer Tanah Datar dengan sebuah surat keputusan No. 59/G.M./Ist tertanggal 8 Maret 1949.

Sebagai Bupati Militer Tanah Datar yang pertama ditunjuk Sidi Bakarudin yang berasal dari Pariaman. Sebagai bupati, usaha pertama yang ditempuh Sidi adalah mengundang seluruh Penghulu Kepala dan Camat Militer se-Kabupaten Tanah Datar ke Batusangkar.

Pertemuan dilakukan pada 12 Maret 1949 di sebuah “rumah batu”. Pertemuan tersebut sangat menegangkan sehingga ada penghulu yang tidak bersedia datang disebabkan pertemuan di daerah yang telah dikuasai Belanda berarti bunuh diri sebab bisa saja pasukan Belanda datang menyerang. Keraguan ini hilang karena pertemuan ini berhasil baik dan Belanda tidak mengetahui.

Salah satu hasil pertemuan itu adalah ditetapkannya daerah Salimpaung sebagai markas Bupat Militer Tanah Datar. Alasan untuk memilih tempat ini adalah karena disini banyak tentara dan merupakan markas KKP. Selain itu, secara geografis wilayah ini sulit dimasuki Belanda karena berhutan lebat dan berbukit bukit. Daerah ini sangat cocok untuk menjalankan roda pemerintahan yang bersifat mobil.

Sitapuang Gadang merupakan salah satu tempat Bupati Militer Tanah Datar pernah bermarkas. Sitapuang Gadang adalah salah satu desa kecil yang terletak di Nagari Lawang Mandahiliang, Kabupaten Tanah Datar yang berjarang sekitar 15 km dari pusat kota Batusangkar via Bukittinggi.

Dalam menjalankan tugas, sering Sidi Bakarudin dan stafnya tidur dalam pondok-pondok yang terletak di tengah kebun tebu milik penduduk.

Bupati Militer Tanah Datar Sidi Bakarudin memimpin perjuangan gerilya di Tanah Datar, berkedudukan di Tabek Patah. Rupanya Belanda mengetahui, bahwa Tabek Patah adalah tempat Bupati Militer Tanah Datar dan karena itu berusaha untuk merebutnya. Satu peleton tenteranya dengan diperkuat oleh brencarrier, menerobos pertahanan kit menuju ke Tabek Patah. Pasukan kita yang sedang beristirahat di Salimpaung berkekuatan 2 regu bersamasama dengan komandannya Sersan Mayor Marzuki Erman memberi perlawanan yang gigih. Setelah terjadi tembak menembak selama setengah jam, pasukan kita terpaksa mundur dan musuh yang bergerak terus dapat menduduki Tabek Patah

Sidi Bakarudin tidak saja aktif memimpin perjuangan di daerah Tanah Datar, tetapi juga sampai ke daerah Limapuluh Kota. Sewaktu Peristiwa Situjuh, ia ikut dalam rombongan engku Abdullah bersama-sama dengan Arisin Alip, Jahja Djalil, dan lain-lain di tempat peristiwa itu terjadi. Mereka terlepas dari bahaya maut.

Atas permintaan Wakil Presiden Dr. Moh. Hatta, Sidi Bakarudin dikembalikan kepada kedudukan semula yaitu Kepala Jawatan Kereta Api Sumatera Barat. Hal ini dikabulkan dengan dikeluarkannya surat keputusan Komisaris Pemerintahan Sumatera Tengah No. 252/Kpts/49 tertanggal 14 November 1949. (***)

Diberdayakan oleh Blogger.